MAKALAH
EKONOMI ISLAM
“Madzhab Ekonomi Dan Rancang Bangun Ekonomi Islam”
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Ekonomi Islam
Disusun Oleh :
1.
Aji
Prabowo ( 2013115040 )
2.
Afifudin
Munandar ( 2013115061 )
3.
Fajar
Sulaiman ( 2013115058 )
4.
Khodijah ( 2013115338
)
Program Studi Ekonomi Syariah
Jurusan Syariah dan Ekonomi Islam
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI PEKALONGAN
(IAIN PEKALONGAN)
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr. Wb.
Segala
puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam.
Atas segala karunia, rahmat, hidayah, dan taufik-Nya, penyusunan makalah yang
berjudul “Madzhab Ekonomi dan Rancang Bangun Ekonomi Islam” dapat kami
selesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, meskipun kami mengakui
makalah ini masih jauh dari sempurna.
Shalawat
serta salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW, manusia
sempurna yang senantiasa kita harapkan syafaatnya, dan yang telah membimbing
umatnya dengan penuh kesabaran ke jalan yang benar.
Kami
berharap agar pembaca tidak merasa puas dengan penjelasan dari berbagai hal
yang ada dalam makalah ini, tetapi diharapkan terus mencari dan menggali dari
sumber atau buku lainnya yang berkaitan dengan bab ini.
Akhirnya,
kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam
penyelesaian penyusunan makalah ini, semoga mereka semua mendapatkan balasan
dari Allah SWT. Tentu terdapat beberapa kekurangan dan kekeliruan dalam
penyusunan dan penulisan makalah ini, oleh karenanya kami memohon maaf. Lebih
dari itu, kami berharap atas kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak atau pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Mudah-mudahan
bermanfaat.
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb.
Pekalongan , 20 September
2016
Kelompok 2
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kemunculan
ekonomi islam di era sekarang , telah membuahkan hasil dengan banyak diwacanakan
kembali ekonomi islam dalam teori-teori, dan dipraktekkannya di ranah bisnis
modern seperti halnya lembaga keuangan syariah baik bank maupun nonbank.
Ekonomi yang telah hadir kembali saat ini, bukanlah suatu hal yang tiba-tiba
datang begitu saja. Ekonomi islam sebagai sebuah cetusan konsep pemikiran dan
praktik tentunya telah hadir secara bertahap dalam periode dan fase tertentu.
Dalam khazanah
pemikiran ekonomi islam kontemporer dewasa ini, banyak tokoh yang menawarkan
gagasannya masing-masing dalam rangka menangani kebuntuan sistem ekonomi
konvensional. Dalam hal ini, yang dimaksud adalah hegemoni sistem kapitalisme
maupun sistem sosioalisme.
Dalam
perkembangan ekonomi islam, ekonom-ekonom muslim tidak menghadapi masalah yang
berarti. Namun ketika mereka diminta untuk menjelaskan apa dan bagaimanakah
konsep ekonomi islam itu, mulai muncullah perbedaan pendapat. Sampai saat ini,
pemikiran ekonom-ekonom muslim kontemporer dapat kita klasifikasikan setidaknya
menjadi tiga mazhab, yang akan kita bahas pada makalah ini.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana
konsep pemikiran mazhab ekonomi islam dan siapa tokoh pemikirnya?
2.
Bagaimana
karakteristik dan rancang bangun ekonomi islam ?
3.
Bagaiman
prinsip-prinsip ekonomi yang diterapkan dalam islam ?
4.
Bagaiman
instrumen dan dan kebijakan ekonomi islam.
C. TUJUAN PENULISAN
1.
Untuk
mengetahui tokoh dan konsep pemikiran mazhab ekonomi islam.
2.
Untuk
mengetahui bagaimana ekonomi islam itu dibangun dan cara-cara apa saja yang di
tuntunkan oleh ajaran islam.
3.
Untuk
mengetahui prinsip-prinsip ekonomi apa saja yang di terapkan dalam islam.
4.
Untuk
mengetahui instrumen dan kebijakan ekonomi apa saja yang diterapkan dalam
ekonomi islam.
5.
Untuk
memenuhi tugas perkuliahan, mata kuliah ekonomi islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. MADZHAB EKONOMI ISLAM
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi
manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama islam dan didasari
dengan taukhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun islam.[1]
Adapun studi ilmu ekonomi islam adalah suatu studi yang mempelajari cara – cara
manusia mencapai kesejahteraan dan mendistribusikannya berdasarkan hukum islam.
Selanjutnya ekonomi islam yang dibangun atas dasar dan prinsip Al – Qur’an dan
Sunnah dengan tentunya juga berijtihan didalamnya merupakan ide dasar pemikiran
Ekonomi Islam. Oleh itu dalam menyusun
Ilmu Ekonomi Islam tidak hanya berbicara menjelaskan fakta lapangan
namun juga bersifat hukum normative yang menjelaskan bagaimana mestinya.
Sehingga konsep positivistic dan normative menjadi bagian yang tidak bisa
dipisahkan dalam menyusun teori ekonomi islam. Dalam tataran paradigma
sesungguhnya tidak ada perbedaan mendasar antara tokoh ekonom satu dengan yang
lainnya dalam memandang ekonom islam. Namun dalam tataran metodologi, konsep
dan praktis selanjutnya terjadi perbedaan yang selanjutnya melahirkan mazhab
ekonomi.
Pembagian
mazhab alur pemikiran Ekonomi Islam muncul secara umum dibagi dalam tiga mazhab
meliputi :[2]
1. Mazhab Baqir As Sadr.
Dipelopori oleh : Baqir As Sadr melalui bukunya yang berjudul Iqtishduna (ekonomi kita) mazhab ini merupakan salah satu
mazhab radikal fundamen dalam ekonomi islam. Tokoh utamanya adalah Muhammad
Baqir As – Sadr yang dilahirkan di Kadhimiyeh, Baghdad pada tahun 1935. Sebagai
keturunan dari sebuah keluarga sarjana dan intelektual islam syi’ah yang
termasyur, dia memilih untuk menuntut pengajaran islam tradisional di hauzah
atau sekolah tradisional di Iraq, dan disitu dia belajar fiqh, ushul dan
teologi.
As – Sadr
menulis pikiran – pikirannya tentang ekonomi Islam. Mazhab ini berpendapat
bahwa ilmu ekonomi (economicsi) tidak
pernah sejalan dengan islam, ekonomi tetap ekonomi, islam tetap islam. Menurut
Baqir As – Sadr ekonomi Islam bukanlah ilmu tapi merupakan doktrin yang
membahas isu – isu ekonomi yang merujuk pada keadilan dan bersumber pada sumber
Islam itu sendiri.[3]
Lebih lanjut
Baqir As-sadr menjelaskan ilmu ekonomi muncul dari adanya gejala dan fenomena
ekonomi sedangkan doktrin ekonomi merupakan aturan dasar yang bersifat ideology
seperti nilai – nilai keadilan. Menurut beliau ekonomi muncul bukan karena
adanya keinginan manusia yang tidak terbatas sedangkan sumber daya yang
tersedia terbatas jumlahnya. Dalam islam sumber sumber daya yang disediakan oleh
Allah tidaklah terbatas. Seperti yang ada didalam Al – Qur’an “ Sungguh telah
kami ciptakan segala sesuatu dalam ukuran yang setepat – tepatnya) (Qs.
54:49). Oleh karena itu segala
sesuatunya telah terukur dengan sempurna, Allah telah memberikan sumberdaya
yang cukup bagi seluruh manusia di dunia. Pendapat bahwa keinginan
manusia tidak terbatas juga ditolak. Contohnya Manusia akan berhenti
minum jika dahaganya telah terpuaskan.
Seperti yang
ada di dalam Alquran ” Sungguh telah kami ciptakan segala sesuatu dalam ukuran
yang setepat-tepatnya (54:49).
Mazhab baqir
berpendapat bahwa masalah ekonomi muncul karena adanya distribusi yang tidak
merata dan tidak berkeadilan sebagai akibat dari sistem ekonomi yang
membolehkan eksploitasi pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah.[4]
Istilah ekonomi islam menyesatkan dan kontradiktif, mazhab ini mengusulkan
istilah lain untuk pengganti ekonomi, yaitu iqtishad. Iqtshad berasal dari kata
qosada yang berarti setara, selaras atau seimbang. Dengan demikian, Iqtishad
tidak sama dengan pengertian ekonomi dan bukan sekedar terjemahan dari kata
ekonomi dalam bahasa arab.
2. Mainstream
Mazhab Mainstream ini berbeda pandangan dari mazhab baqir As- sadr.
Mazhab Mainstream diartikan sebagai
sebuah pandangan, filosofis, atau lifestyle
yang dijadikan kebiasaan yang sangat umum oleh masyarakat. Sehingga mazhab
ekonomi mainstream adalah mazhab yang umum serta mmempunyai pandangan
dominan (umum) yang dikembangkaan oleh
cendekiawan muslim saat ini. Disebut mainstream atau utama dalam pemikiraan
Ekonomi Islam bukan saja dikarenakan pandangan ini dianut mayoritas oleh para
akademisi dan penggiat usaha ekonomi
Islam termasuk di dalamnya para praktisi dan cendekiawan. Tetapi juga ada
karakteristik khas yang dimiliki oleh pemikiran ini. Mengedepankan dialog dan
usaha persuasif yang moderat dalam membumikan kembali ajaran – ajaran ekonomi
islam ke berbagai lingkup kehidupan ekonomi, mazhab ini menerika beberapa teori
umum dari ekonomi konvensional selagi tidak bertentangan dengan nilai Qur’an
dan Sunnah.
Dalam pandangan ekonomi mazhab ini beranggapan bahwa masalah
ekonomi muncul karena sumber daya yang terbatas yang dihadapkan pada keinginan
manusia yang tidak terbatas (sama dengan konsep ekonomi konvensional). Seperti
yang disabdakan Nabi Muhammad SAW. Bahwa
manusia tidak akan pernah puas. Bila diberikan emas satu lembah, ia akan
meminta emas dua lembah. Bila diberikan
dua lembah maka ia akan meminta tiga lembah dan seterusnya sampai masuk
kubur. Dengan demikian, pandangan mazhab
ini tentang masalah ekonomi hampir tidak ada bedanya dengan pandangan ekonomi
konvensional . perbedaannya terletak pada cara menyelesaikan masalah tersebut.
Dilema sumberdaya terbatas dihadapkan dengan keinginan manusia yang tidak
terbatas memaksa manusia itu melakukan pilihan – pilihan atas keinginannya.
Kemudian manusia membuat skala prioritas untuk memenuhi hidupnya.
Dalam ekonomi konvensional pemilihan skala prioritas berdasarkan
selera masing – masing pribadi. Manusia boleh mempertimbangkan tuntutan agama
atau boleh juga mengabaikannya. Tetapi dalam ekonomi islam pilihan tidak dapat
dilakukan semaunya, harus berddasarkan al-qur’an dan as sunnah. [5]
3. Alternatif Kritis
Pelopor mazhab ini adalah Timur Kuran (ketua jurusan ekonomi di university of southern, California),
Jomo (Yale, Cambridge, Harvard, Malaya), Muhammad Arif dll. Mazhab ini
mengkritik dua mazhab sebelumnya, mazhab baaqir
dikritik sebagai mazhab yang berusaha untuk menemukan sesuatu yang baru
yang sebenarnya sudah ditemukan sebelumnnya. Mazhab mainstream dikritik sebagai jiplakan dari ekonomi neo-klasik
dengan menghilangkan variabel riba dan memasukkan variabel zakat serta niat.
Dalam pandangan mazhab, dalam membangun sebuah instrumen ekonomi
perlu dilakukan sebuah kajian mendalam
dengan berfikir skeptis sebagai awal dari penemuan pemikiran yang optimal.
Mazhab ini berpendapat bahwa ekonomi islam adalah tafsiran manusia berdasarkan
Al – Qur’an dan sunnah, sehingga nilai kebenarannya tidak mutlak.
Proposi dan teori yang diajukan oleh ekonomi islam harus selalu diuji
kebenarannya. [6]
B. RANCANG BANGUN EKONOMI ISLAM
Islam sebagai pedoman kehidupan mengatur dengan sangat jelas setiap aspek kehidupan. Demikian pula halnya dalam mekanisme ekonomi, Islam dengan sangat tegas
menjelaskan norma dan nilai dasar yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dalam aplikasi ekonomi perspektif Islam. Norma dan nilai dasar Islam itu
sendiri selanjutnya membentuk teori dasar Ekonomi Islam yang tersusun dalam
rancang bangun Ekonomi Islam.
Sesungguhnya kesempurnaan
agama Islam itu sendiri terdiri dari 3 (tiga) aspek dasar yang harus dipahami,
dihayati sekaligus menjadi ruh dasar keberagamaan seseorang. Dalam sebuah riwayat
dijelaskan :
Dari Umar R.A yang duduk-duduk bersama Rasulullah SAW Lalu muncul di
hadapan kami seorang yang berpakaian putih. Rambutnya hitam sekali dan tidak
tampak tanda-tanda perjalanan. Tidak seorangpun dari kami yang mengenalnya. Dia
Iangsung duduk menghadap Rasulullah SAW kedua kakinya menghempit kedua kaki
Rasulullah, dan kedua telapak tangannya diletakkan di atas paha Rasulullah
seraya berkata, Ya Muhammad, beritahu aku tentang Islam. Lalu Rasulullah
menjawab, “ Islam ialah bersyahadat bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah dan
Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan
mengerjakan haji apabila mampu”. Kemudian dia bertanya lagi, “Kini beritahu aku
tentang Iman”. Rasulullah SAW menjawab, “ Beriman kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,rasul-rasul-Nya, hari akhir dan beriman
kepada Qodar baik dan buruknya “. Orang itu lantas berkata,” Benar kini beritahu aku tentang Ihsan “.
Rasulullah berkata, “ Beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihat-Nya
walaupun kamu tidak melihat-Nya, karena sesungguhnya Allah melihat kamu”. Kemudian
orang itu pergi menghilang dari pandangan mata. Lalu Rasulullah bertanya kepada Umar,”Hai Umar, tahukah kamu siapa orang yang bertanya tadi? Lalu aku (Umar) menjawab, “Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui. “Rasulullah lantas berkata, “itulah jibril datang untuk mengajarkan agama kepada kalian.” (HR. Muslim)
Dari hadist diatas
jelaslah bahwa Islam terdiri dari tiga aspek utama yakni keimanan yang
merupakan aspek keyakinan, kemudian Islam itu sendiri yang merupakan
implementasi dan aplikasi dari keimanan dalam bentuk ajaran dan praktek ritual
dan terakhir adalah Ihsan yang merupakan buah dari Keislaman yang tercermin
dari prilaku dan Akhlak yang mulia.
Demikian pula dalam menyusun teori Ekonomi Islam prinsip dasar dan nilai kesempurnaan Islam tersebut harus di jadikan rujukan utama. 3 (tiga) aspek dasar dalam pembentukan
teori Ekonomi Islam tersebut selanjutnya di ibaratkan sebagai sebuah bangunan yang
terdiri dari pondasi ( keyakinan ), tiang (Aplikasi) dan Atap (Hasil dan gambaran terluar
). Selanjutnya dari tiga aspek inilah rancang bangun bangun ekonomi islam
tersusun dengan utuh seperti utuhnya islam itu sendiri.
Adiwarman Karim menjelaskan bahwa pondasi dasar dalam menyusun rancang bangun ekonomi Islam diuraikan dalam 5 (lima) aspek meliputi :[7]
1. Aqidah (tauhid)
Dalam bahasa Arab akidah berasal dan kata aI-’aqdu yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat. Sedangkan menurut istilah (terminologi), akidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikitpun bagi orang yang meyakininya. Jadi, Akidah lslamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma’(konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath’i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Mayoritas Ulama sendiri membagi Tauhid menjadi 3 bagian meliputi:
a. Tauhid AI-Uluhiyyah,
Mengesakan Allah dalam ibadah, yakni beribadah hanya kepada Allah dan karenaNya semata.
b. Tauhid Ar-Rububiyyah,
Mengesakan Allah dalam perbuatan-Nya, yakni mengimani dan meyakini bahwa hanya Allah yang mencipta, menguasai dan mengatur alam semesta ini.
c. Tauhid Al-Asma’ was-Sifat,
Mengesakan Allah dalam asma dan sifat-Nya, artinya mengimani bahwa tidak ada makhluk yang serupa dengan Allah, dalam dzat, asma maupun sifat.
Aqidah menjadi landasan utama yang harus dimiliki seorang mukmin dalam menjalankan aktivitas ekonominya. Dengan aqidah yang kuat dia akan senantiasa menjadi pribadi yang optimis menghadapi hidup, menjadi kuat ikhtiar yang didukung dengan doa dan senantiasa menyerahkan keputusan akhirnya pada Allah (tawakal).
2. Adil
Keadilan merupakan tujuan utama dari salah satu prinsip dasar islam. Keadilan sekaligus merupakan pilar terpenting dalam ekonomi islam. Penegakkan keadilan telah di tekankan oleh Al-Quran sebagai misi utama para Nabi yang di utus Allah[8], termasuk penegakan keadilan ekonomi dan penghapusan kesenjangan pendapatan.
Islam menjadikan antara keimanan dan keadilan tidak terpisah. Orang yang imannya benar dan berfungsi dengan baik akan selalu berlaku adil terhadap sesamanya. Hal ini tergambar dengan sangat jelas dalam Al-Quran. Keadialan adalah perbuatan yang paling takwa atau keinsyafan ketuhanan dalam diri manusia. Sehingga orang yang adil adalah orang yang bertaqwa.
Dalam Al-quran, keadilan dinyatakan dengan istilah “ adl dan qist”. Pengertian adil dalam Al-Quran sering terkait dengan sikap seimbang dan menengahi. Dalam semangat moderasi dan toleransi, juga dinyatakan dengan istilah ‘wasath” (pertengahan ) “Wasath” adalah sikap berkeseimbangan antara dua ektrimitas sehingga mampu menjadi rahmat dalam setiap hadir dan sikapnya. Islam tidak pernah menolak menjadi kaya raya namun Islam menolak sikap mewah dan bermegahan, orang yang adil adalah mereka yang mungkin kaya dalam harta namun tetap zuhud dalam sikap dan prilakunya, atau orang yang adil juga bisa jadi mereka yang miskin harta tapi tetap sabar dan merendahkan derajatnya dengan meminta-minta. Sikap seimbang merupakan buah dari tauhid atau keinsyafan mendalam akan hadirnya Allah SWT dalam hidup.
Mendalamnya makna keadilan berdasarkan iman bisa dilihat dari kaitannya dengan amanat (amanah, titipan suci dari tuhan) kepada manusia untuk sesamanya. Khususnya amanat yang berkenaan dengan kekuasaan memerintah. Kekuasaan pemerintahan adalah sebuah keniscayaan demi ketertiban tatanan hidup kita. Sendi setiap bentuk kekuasaan adalah sikap patuh dari banyak orang kepada penguasa. Kekuasaan dan ketaatan adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Namun, kekuasaan yang patut dan harus ditaati hanyalah yang mencerminkan rasa keadilan karena menjalankan amanat Tuhan.
3. Nubuwwa
Dalam tradisi keberagamaan, gagasan nubuat sendiri termasuk bagian dogma agama yang prinsip. la adalah bagian dari sikap ketundukan, sikap keimanan. Gagasan ini akan mengarahkan siapapun pada ruang-ruang diskursif yang teramat luas. Sifat kenabian ini perlu dipelajari secara mendalam sebagai jembatan dalam upaya meneladani dan mengambil pelajaran didalamnya.
Rasulullah SAW merupakan manusia paling mulia yang dinisbatkan kepadanya akhlak yang agung dan menjadi teladan sepanjang zaman. Padanya juga terdapat gambaran pribadi luhur seorang ekonom muslim sebagai implementasi hadirnya ekonomi Islam dimuka bumi. Hadirnya Rasulullah SAW sebagai Nubuwah merupakan teladan dan contoh dalam Setiap aspek kehidupan salah satunya adalah aspek ekonomi.
Rasulullah adalah manusia pilihan yang diutus kepada makhluk dimuka bumi dan dilangit untuk menyempurnakan akhlak dan ajaran Tauhid yang telah diajarkan oleh nabi-nabi sebelumnya. Selanjutnya apa yang diajarkan tersebut di sebut sebagai agama Islam (dinul Islam). Setelah Rasulullah SAW tidak ada lagi nabi selainnya. Sehingga hadirnya beliau kemuka bumi merupakan penyempurna dan jalan kehidupan, mengajar Cara untuk menciptakan maslahah bagi manusia untuk mencapai falah.
4. Khilafah atau berarti pemimpin
Kata khilafah berarti suksesi; bagaimana sesuatu mampu menciptakan kesuksesan kehidupan dunia dan akhirat. Dan khalifah adalah Penerus nabi Allah yang tujuannya untuk menyempurnakan tugas-tugas reformasi dan terbiyat moral yang diajarkan oleh nabi. Oleh karena itu khilafah atau pemimpin merupakan pedoman umat sekaligus pemimpin umat dalam meraih kebahagiaan hidup. Pentingya kepemimpinan dalam Islam menjadikan konsep ini juga tidak bisa dilepaskan dalam pembangunan ekonomi suatu negara.
Pemahaman Islam tentang khilafah didasarkan pada Al-Quran, ajaran Nabi Muhammad saw dan teladan-teladan dari empat khalifah pertama dalam Islam setelah kewafatan nabi Muhammad saw. yang tentunya hadirnya pemimpin bukanlah untuk menciptakan penindasan atau kemakmuran pribadi melainkan untuk mencapai kesejahteraan semua penduduk dan masyarakat. Konsep khilafah (pemimpin) inilah yang selanjutnya mengarahkan pembangunan ekonomi pada pertumbuhan dan pemerataan secara bersamaan.
Ketika pemimpin yang dijadikan sebagai khilafah bercita-cita membawa kesejahteraan umat maka wajib bagi seluruh penduduk negeri untuk menaati dan tunduk pada pemimpin tersebut. Islam mengajarkan bagaimana seorang muslim harus seirama dan mentaati pemimpin mereka. Ketika ketaatan menjadi bagian dari hal yang luruh dari jiwa setiap masyarakat dan seorang pemimpin yang bermoral dan berakhlak mulia ini berarti negara memegang peranan penting dalam mengatur segenap aktivitas dalam perekonomian. Hal ini menunjukkan bahwa regulasi dan aturan tersebut tetap dibutuhkan, namun selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Dengan kata lain, peran negara adalah berupaya menegakkan kewajiban dan keharusan mencegah terjadinya hal-hal yang diharamkan.
5. Ma’ad atau return,
Setiap kegiatan dan perbuatan dari seorang muslim pasti menghasilkan efek pada dirinya maupun orang lain. Begitu pula halnya dalam aktivitas ekonomi, hasil merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapai oleh seseorang. Namun perlu dipertegas bahwa hasil dalam tataran ekonomi Islam tidak hanya berorietasi pada hasil yang berupa materiel. Namun juga bernilai ibadah. Sehingga orientasi return bagi seorang muslim adalah melihat aspek dunia dan akhirat.
Orientasi dan motivisi ekonomi tidaklah selalu didasarkan pada untung dan rugi secara matematis dan materiel, tapi lebih dari itu return disini adalah hasil yang dicapai untuk menghasilkan maslahah dalam upaya mencapai falah.
Setelah membahas landasannya, sekarang kita membahas mengenai tiang dari ekonomi Islam, Yang terdiri atas multitype ownership (kepemilikan multi jenis), freedom to act (kebebasan berusaha) dan social justice (kesejahteraan sosial).
1. Multitype ownership,
Kepemilikan sebagai persoalan ekonomi mendapat perhatian yang cukup besar dalam islam. Pada dasarnya, kepemilikan merupakan pokok persoalan dalam aktivitas ekonomi manusia. Secara teologis, kepemilikan yang hakiki berada di tangan Allah.[9] Manusia hanya di beri kesempatan untuk menjalankan dalam bentuk amanat. Islam menggariskan bahwa kepemilikan Senantiasa dipahami dalam dunia dimensi, kepemilikan umum dan khusus. Kepemilikan umum berkaitan dengan karakter manusia sebagai makhluk sosial, sedangkan kepemilikan khusus merupakan pengejawantahan sebagai makhluk idividu. Manusia harus diberikan ruang yang sama tuk mengakses sumber kekayaan umum. Tidak ada pembedaan hirarkhis mengingat manusia mempunyai kedudukan sama dihadapan Tuhan. Hanya ketakwaan, dan kepatuhan terhadap demarkasi ketetapan Tuhan yang membedakan manusia. Dalam hal ini, kreativitas dan kapasitas personal memiliki peran penentu dalam mewujudkan kesejahteraan dan usaha pemanfaatan kekayaan alam yang telah disediakan oleh Tuhan.
Dalam Islam konsep kepemilikan di kenal sebagai konsep dualism kepemilikan. Hakikat pemilik alam semesta beserta isinya hanyalah Allah. Manusia hanya sebagai wakil Allah dalam memakmurkan dan mensejahterakan bumi. Kepemilikan yang dimiliki oleh manusia merupakan derivasi atas kepemilikan Allah yang hakiki (Istikhlat) untuk itu setiap kebijakan ekonomi manusia harus senantiasa berlandaskan atas dasar kemakmuran bersama. Walaupun demikian manusia tetap diberikan kebebasan untuk mengelola dan memanfaatkan harta benda sesuai dengan norma dan nilai-nila agama.
Islam mengakui jenis-jenis kepemilikan yang beragam. Dalam ekonomi kapitalis, kepemilikan yang diakui hanyalah kepemilikan individu semata yang bebas tanpa batasan. Sedangkan dalam ekonomi sosialis hanya diakui kepemilikan bersama atau kepemilikan oleh negara, dimana kepemilikan individu tidak diakui dan setiap orang mendapatkan imbal jasa yang sama rata. Dalam Islam kedua-dua kepemilikan diakui berdasarkan batasan-batasan yang sesuai dengan ajaran Islam. OIeh karenanya Islam mengakui adanya kepemilikan yang bersifat individu, namun tetap ada batasan-batasan syariat yang tidak boleh dilanggar, seperti akumulasi modal yang hanya menumpuk di sekelompok golongan semata. Kepemilikan individu dalam islam sangat dijunjung tinggi, akan tetapi tetap ada batasan yang membatasi agar tidak ada pihak lain yang dirugikan karena kepemilikan individu tersebut. Pemilikan dalam ekonomi Islam adalah:[10]
a) Pemilikan terletak pada kemanfaatannya dan bukan menguasai secara mutlak terhadap sumber-sumber ekonomi.
b) Pemilikan terbatas sepanjang usia hidup manusia di dunia, dan bila orang tersebut meninggal harus didistribusikan kepada ahli warisnya menurut ketentuan Islam.
c) Pemilikan perorangan tidak dibolehkan terhadap sumber-sumber ekonomi yang menyangkut kepentingan umum atau menjadi hajat hidup orang banyak, sumber-sumber ini menjadi milik umum atau negara.
2. Ekonomi Freedom,
Kebebasan merupakan bagian dari hal yang prinsip yang harus dimiliki oleh seseorang. Namun kebebasan tersebut bukanlah tanpa atturan, kebebasan berbuat, berekspresi dan bersikap dibenarkan selagi kebebasan tersebut tidak mengganggu orang lain dan sesuai syariah islam. Terkait dengan kebebasan hal ini akan erat hubungannya dengan hak dan kewajiban. Bagi seorang muslim kebebasan merupakan hak dan hak tidak akan bisa diterima selagi belum menjalankan kewajiban sebagai muslim. Sehingga dasar pijakan untuk melakukan kebebasan hendaknya terlebih dahulu menjalankan kewajibannya sebagai hamba Allah, sebagai seorang warga negara dan sebagai manusia itu sendiri.
Dalam aktivitas ekonomi manusia bebas untuk memiliki, mengelola dan memanfaatkan sumber daya ekonomi selagi tidak bertentangan dengan nilai dan syariah Islam. Hal ini menjadikan titik pembeda yang Sangat signifikan antara ekonomi Islam dan ekonomi sosial yang sangat membatasi kebebasan.
3. Social justice (social welfare),
Hakekat kehidupan social adalah merupakan perwujudan dari nilai akidah yang dinyatakan dalam kegiatan yang mengandung kebaikan (amal saleh). Dan hanya dengan nilai taqwa yang menjamin adanya kehidupan yang baik, bukan hubungan yang dapat mewujudkan adanya kejahatan dan tindakan yang merugikan. Sebab dalam ajaran Islam, dasar idiologis dalam kehidupan social adalah Al-Qur’an dan sunnah, yaitu idiologi yang mengandung nilai keadilan sejati yang merupakan pancaran langsung dari akidah lslamiyah yang murni dan dilarang menggunakan dasar idiologi yang mengandung nilai kedhaliman (syirik).
Islam dengan jelas menentang kedhaliman dan mewajibkan kepada pemeluknya untuk bersikap adil, yaitu yang bersifat lurus (Q5.4:58), di tengah-tengah (QS.53:22), berkesinambungan (QS. 17:35) dan mengandung kebenaran mutlak (QS.4:105). Apabila masyarakat mempunyai komitmen yang kuat terhadap tegaknya keadilan, maka perubahan struktur didalam masyarakat tidak harus disertai dengan pergolakan, anarkhis yang justru membawa dampak negatip yang sangat luar biasa didalam masyarakat. Sehingga maksud penegakan keadilan justru berakibat kesengsaraan dan timbulnya rasa takut, ketidak pastian hukum dan krisis kepercayaan yang berkepanjangan. Dan sebaliknya perombakan harus dilandasi oleh kesadaran agama yang kuat. Tenjadinya pergolakan itu apabila manusia mengedepankan penyakit manusiawinya (hawa nafsu), seperti rakus, sombong, kemunafikan, fasik, kekufuran dan musyik (dholim).
Salah satu bentuk dalam mewujudkan keadilan sosial dalam Islam mengenal pola dan menakanimse distribusi yang sangat jelas diatur oleh agama. Bentuk distribusi harta tersebut ada yang berbentuk kewajiban berupa Zakat dan Infaq serta ada yang berbentuk sunnah dan mubah yang berupa shadaqah, wakaf dan hadiah.
Selanjutnya ketika prinsip dasar berupa keyakinan yang merupakan implementasi dari teori dasar Ekonomi benar-benar dijadikan ruh kehidupan, yang di implementasikan dengan prinsip-prinsip yang membentuk sistem ekonomi selanjutnya akan membuahkan prilaku Islami dalam berinteraksi dan rnenjalankan akhlak bisnis yang penuh dengan etika dan moralitas Islam. Etika dan moralitas tersebut terlihat dari akhlak dan prilaku pribadi ekonom Muslim.
Ketika akhlak telah tercerahkan dan dibuktikan dari akhlak yang mulia maka misi keislaman dan kenabian telah terwujud. Sebagaimana Sabda Rasullah SAW “ Sesungguhnya Aku di utus untuk menyempurnakan akhlak manusia ”. untuk itu dalam menjaga kemuliaan akhlak ini bisa di pastikan akan terwujud kemaslahatan dalam mencapai falah. Dengan akhlak ini, manusia dalam menjalankan aktivitasnya tidak akan sampai merugikan orang lain dan tetap menjaga sesuai dengan syariah. Akhlak yang mulia mampu menuntun umat dalam aktivitas ekonominya tidak merugikan pihak lain, misalnya dengan tidak melakukan gharar, maysir dan riba.
Akhlak yang mulia inilah yang merupakan bukti dan keberhasilan sistem ekonomi Islam sekaligus cerminan diterapkannya ekonomi Islam dimuka bumi yang telah di contohkan oleh Rasulullah SAW
Gambar 3.1 Rancang Bangun Ekonomi Islam
Perlu dipertegas bahwa teori yang unggul dan sistem ekonomi matang sama sekali bukan Jaminan secara otomatis akan memajukan perekonomian umat. Sistem ekonomi Islami hanya memastikan tidak adanya transaksi yang bertentangan dengan syariat. Kinerja ekonomi sangat tergantung pada siapa yang ada di belakangnya (personal). Baik buruknya perilaku bisnis (akhlak) para pengusaha menentukan sukses dan gagalnya bisnis yang dijalankan. Dengan melihat pengertian diatas dapat kita tarik beberapa pengertian yaitu: Pertama Ekonomi Islam sebagai ilmu adalah merupakan landasan dari rancang bangun ini.Kedua, Ekonomi Islam sebagai suatu sistem atau sistem Ekonomi Islam adalah yang menjadi tiang dari rancang bangun. Dan Ketiga, Ekonomi Islam sebagai suatu perekonomian atau Perekonomian Islam adalah yang kita sebut sebagai atapnya.[11]
C. PRINSIP-PRINSIP EKONOMI DALAM ISLAM
Prinsip ekonomi merupakan suatu mekanisme atau elemen pokok yang menjadi struktur atau kelembagaan suatu kegiatan. Prinsip ini merupakan cerminan dan aplikasi dari akhak yang mulia. Dalam contoh sholat, prinsip dicerminkan dari rukun dan syarat sahnya sholat yang membuat suatu kegiatan bisa disebut sholat. Begitu pula halnya dengan prinsip ini merupakan rukun dan syarat yang akan menimbulkan akhlak yang mulia. Adapun prinsip-prinsip yang menjadi kaidah-kaidah pokok yang membangun struktur atau kerangka ekonomi Islam sebagai berikut :[12]
1. Kerja (resource utilization).
Islam membagi waktu menjadi dua yaitu beribadah dan bekerja mencari rezeki. Namun demikian, bekerja yang dilakukan juga merupakan bagian dari upaya dalam rangka meraih pahala dari Allah yang juga bisa bernilai ibadah. Rizki yang paling utama adalah rizki yang diperoleh dari hasil kerja atau keringat sendiri dan rizki paling dibenci oleh Allah adalah rizki yang diperoleh dengan cara meminta-minta. Untuk itu, perlunya kerja keras dari seorang muslim merupakan kewajiban. Karena prinsip dasar Islam adalah menyeimbangkan antara ikhtiar (kerja) dan doa (takarrub) yang tentunya hasil akhir nanti akan diserahkan pada Allah (tawakkal).
2. Kompensasi (compensation)
Islam mengajarkan bahwa setiap pengelolaan atau pemanfaatan sumber daya berhak untuk mendapatkan imbalan. Pemanfaatan sumber daya baik tenaga kerja, SDA ataupun modal masing-masing berhak mendapatkan upah atau sewa dan keuntungan. Dan konsepsasi dalam Islam tidak hanya bernilai materiel namun orientasi nilai dalam Islam juga memandang aspek ukhrowi (pahala). Sehingga optimalisasi materiel dan optimalisasi pahala merupakan hal yang harus dikejar dalam kehidupan ekonomi.
3. Efisiensi (efficiency).
Efisiensi teknis diukur dengan perbandingan antara hasil (output) dengan masukan (input) yang digunakan. Tercapainya efisiensi teknis tidaklah menjamin tercapainya efisisensi alokatif dengan sendirinya karena hasil kegiatan belum tentu menimbulkan mashlahah tertinggi bagi masyarakat. Maka perlu dihindari tindakan berlebih-lebihan (israf) baik dalam hal menggunakan sumber daya konsumsi dan produksi.
4. Profesionalisme (professionalism).
Profesionalisme merupakan implikasi dari efisiensi. Profesionalisme akan tercapai jika setiap individu mengerahkan semua kemampuannya dalam setiap kegiatan ekonomi. Profesional juga merupakan sikap dan cerminan dari pribadi yang adil yang mampu menempatkan sesuatu pada tempatnya yang merupakan buah dari taqwa.
5. Kecukupan (sufficiency)
Kecukupan merupakan terpenuhinya kebutuhan sepanjan masa, bagi setiap individu tanpa berlebihan. Setiap individu harus mendapatkan kesempatan menguasai dan mengelola sumber daya dan tindakan yang masuk serta merugikan harus dihindari agar kecukupan antar generasi terjamin.
6. Pemerataan kesempatan ( equal opportunity )
Setiap individu harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk hidup secara layak, belajar, bekerja jaminan keamanan dan kesempatan pemenuhan hak-hak kemanusiaan.
7. Kebebasan (freedom)
Manusia diberi kesempatan untuk memilih antara yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk, yang bermanfaat dan yang merusak. Kebebasan tanpa batas justru berpotensi menimbulkan kerugian bagi manusia. Oleh sebab itu di dalam islam kebebasan dibatasi oleh nilai-nilai islam.
8. Kerja Sama ( Cooperation )
Manusia adalah makhluk undividu sekaligus makhluk sosial. Terdapat saling ketergantungan dan tolong menolong. Islam mengajarkan manusia untuk bekerjasama dalam berusaha mewujudkan kesejahteraan.
9. Persaingan (competition).
Islam mendorong manusia untuk berlomba-lomba dalam hal ketakwaan dan kebaikan, sebagamana terdapat dalam Al-Quran 5:2 dan hadis Bukhari Muslim riwayat Abu Daud.
Rasulullah SAW dalam haditsnya, “Bukanlah kefaqiran yang sangat aku khawatirkan terjadi pada kalian, tetapi aku sangat khawatir jika (kemewahan, kesenangan) dunia dibentangkan luas atas kalian, kemudian karenanya kalian berlomba-lomba untuk meraihnya sepertimana yang pernah terjadi pada orang-orang sebelum kalian. Maka akhirnya kalian binasa sebagaimana mereka juga binasa karenanya.” (Bukhari dan Muslim)
Demikian pula dalam hal muamalah atau ekonomi Islam mendorong manusia untuk saling berlomba dan bersaing namun tidak saling merugikan.
10. Keseimbangan (equilibrium).
Keseimbangan hidup dalam ekonomi Islam merupakan tidak adanya kesenjangan dalam pemenuhan kebutuhan berbagai aspek kehidupan. Dalam kegiatan sosial keseimbangan di maknai tidak adanya pihak yang dirugikan atau kondisi saling ridha (‘an taradhin). Hal inilah yang kemudian disebut sebagai keseimbangan pasar, dimana kondisi saling ridha terwujud antara pembeli dan penjual.
11. Solidaritas (solidarity)
Islam mengajarkan agar manusia bersikap tolong menolong, toleran atau memberikan kemudahan kepada pihak lain. Dalam bermuamalah Nabi mencontohkan untuk membayar utang lebih dari pokok pinjaman sebagai ungkapan rasa terima kasih.
12. Informasi simetri (symmetric information)
Transparansi atau kejelasan informasi dalam muamalah adalah hal mutlak yang harus dipenuhi agar setiap pihak tidak dirugikan. Suatu akad yang didasarkan atas ketidakjelasan informasi atau penyembunyian informasi sepihak dianggap batal menurut Islam. Dengan kata lain tidak boleh ada sesuatu yang disembunyikan.
D. INSTRUMEN DAN KEBIJAKAN EKONOMI ISLAM
Sebagai bentuk realisasi dari konsep rancang bangun dan prinsip dasar ekonomi Islam maka diperlukan bentuk instrumen dalam bentuk kebijakan sebagai bagian yang sangat penting untuk ditegakkan. Adapun Instrumen dan kebijakan ekonomi Islam tersebut meliputi 5 (lima) hal yakni :[13]
1. Pelaksanaan Zakat
Zakat merupakan salah satu bentuk kebijakan publik yang diterapkan dalam Islam. Selain itu zakat juga merupakan bentuk distribusi yang paling efektif dalam menciptakan stabilitas dan pemerataan ekonomi. Dalam praktek zakat, terjadi perpindahan harta dari muzaki pada Mustahik sehingga para mustahik akan mampu meningkatkan konsumsi dan produktifitas kerja dan tentunya akan mampu menumbuhkan perekonomian.
2. Pelarangan Riba/bunga
Menurut terminologi, riba artinya kelebihan pembayaran tanpa ganti rugi atau imbalan, yang disyaratkan bagi salah seorang dan dua orang yang melakukan transaksi, baik tambahan itu berasal dari dirinya sendiri, maupun berasal dari luar berupa imbalan. seperti firman Allah SWT: (ihtazzat wa rabat) “ maka hiduplah bumi itu dan suburlah.”[14] Pada fatwa MUI tahun 2004, mendifinisikan riba yaitu tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran, yang diperjanjikan sebelumnya. Secara umum makna riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara batil dan bertentangan dengan prinsip muamalat dalam islam.
3. Ekonomi berbasis kebersamaan dan kerjasama
Islam juga mengatur dengan sangat rapi bentuk-bentuk kerjasama yang mungkin dilakukan oleh manusia dalam dunia usaha. Dalam literatur fiqh berbagai bentuk kerjasama bisa dilakukan oleh satu pihak pada pihak lain, dimana salah satu bentuk kerja sama yang dikenal dalam fiqh klasik Islam adalah Syirkah dalam istilah perbankan Indonesia hal ini lebih dikenal dengan nama Musyarakah dan Mudharabah yang selanjutnya kemudian menjadi landasan hukum dalam akad sekaligus sebagai salah satu nama produk dalam pembiayaan di lembaga keuangan.
4. Jaminan Sosial
Doktrin sosial merupakan bagian yang tidak terlepaskan dari ajaran Islam. Egoisme dan mementingkan diri sendiri merupakan tindakan yang sangat dibenci oleh Allah. Rasullulah SAW sendiri mengajarkan betapa beliau peka dan peduli terhadap kehidupan sosial. Dan cerminan ini menunjukkan bahwa sesungguhnya ekonomi Islam sangat memperhatikan kehidupan dan keberlangsungan semua masyarakat. Sehingga jaminan sosial menjadi bagian penting yang harus ada dalam instrumen kebijakan ekonomi.
Secara sederhana jaminan sosial diartikan sebagai pengeluaran-pengeluaran sosial baik untuk kepentingan negara maupun untuk kebajikan kemanusiaan lainnya (filantropis) serta tujuan-tujuan lain dalam menciptakan maslahah dan mencapai falah.
Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial yang diselenggarakan oleh negara guna menjamin warganegaranya untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar yang layak, sebagaimana deklarasi PBB tentang HAM tahun 1948 dan konvensi ILO No.102 tahun 1952. Utamanya adalah sebuah dari kesejahteraan sosial yang memperhatikan perlindungan sosial atau perlindungan terhadap kondisi yang diketahui sosial, termasuk kemiskinan, usia lanjut, kecacatan, pengangguran, keluarga dan anak-anak, dan lain-lain.[15]
Sistem jaminan sosial dalam islam tidak hanya terbatas kepada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang bersifat fisik saja seperti makanan dan tempat tinggal namun juga yang bersifat non-fisik seperti pendidikan dan spiritualitas. Dalam hal ini ada lima kebutuhan dasar masyarakat yang harus tepenuhi yang dikenal dengan istilah al-dharuriyyat al-kham ( lima kebutuhan primer ). Kelima kebutuhan primer tersebut adalah agama atau spiritualitas ( al-din ), jiwa ( al-nafs ), keturunan ( al-nasl ), harta ( al-mall ) dan akhlak atau intelektualitas ( al-aql ).
Ada dua bentuk sistem jaminan sosial yang berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan primer di atas. Pertama, dengan cara menyediakan segala sarana yang mempu menjaga serta memelihara keberadaan serta keberlangsungan kelima hal tersebut bagi masyarakat ( Min nahiyyah al-wujud).Sebagai contoh pemenuhan kebutuhan primer yang berupa spiritualitas adalah dengan menyediakan sarana atau tempat ibadah bagi masyarakat. Sedangkan pemenuhan kebutuhan primer yang berupa intelektualitas adalah dengan menyediakan sistem pendidikan yang berkualitas dan murah bagi masyarakat. Kedua mencegah segala sesuatu yang mampu menyebabkan hilang atau tidaknya kelima hal tersebut dari masyarakat ( Min nahiyyah al-adam ). Sebagai contoh jaminan kebutuhan primer yang berupa jiwa atau nyawa adalah dengan menghilangkan biaya-biaya pengobatan yang mahal bagi masyarakat miskin. Karena dengan adanya biaya mahal yang tidak bisa dijangkau oleh masyarakat miskin tersebut, masyarakat miskin tidak akan terjamin kesehatannya atau bahkan nyawanya.
5. Peran Negara
Negara mempunyai peran dalam pelaksanaan ekonomi Islam. Al-Qur’an menjelaskan bagaimana peranan negara dalam hal pemerataan distribusi pendapatan.[16] Selain itu negara berperan sebagai pengawas (hisbah), yang mengawasi berjalannya sistem pasar sehingga terwujud mekanisme pasar bebas. Dalam Islam kepemilikian pribadi juga diakui, namun terhadap setiap umat Islam yang mempunyai penghasilan yang mencukupi (memenuhi hisab), sebagaian dari hartanya adalah milik orang yang tidak mampu (zakat).
Secara garis besar fungsi Negara yang di ungkapkan oleh Yusuf Qordhowi terbagi menjadi dua yaitu:
a) Negara berfungsi menjamin segala kebutuhan minimum rakyat. Fungsi pertama ini bermakna bahwa Negara harus menyediakan atau menjaga tingkat kecukupan kebutuhan minimum dari masyarakat.
b) Negara berfungsi mendidik dan membina masyarakat. Dalam fungsi ini yang menjadi ruang lingkup kerja Negara adalah menyediakan fasilitas infrastruktur regulasi, Institusi sumber daya manusia Pengetahuan sekaligus kualitasnya. Sehingga keilmuan yang luas dan mendalam serta menyeluruh (syamil mutakalimin) tersebut berkorelasi Positif pada pelestarian dan peningkatan keimanan yang telah dimunculkan oleh poin pertama dari fungsi negara ini.
Terdapat beberapa peran negara dalam Perekonomian islam. Adapun peran tersebut ketika di jabarkan meliputi :
a. Memajukan sektor swasta dengan tetap memperhatikan kepentingan umum. Hal ini tentunya dibuat dengan aturan yang jelas berdasarkan prinsip Al-Quran dan Sunnah.
b. Sumber daya alam adi kelola secara bersama, dimana pengelola menyewa lahan peda umum. Dalam hal-hal tertentu negara memberikan izin dan fasilitas kepada individu maupun swasta untuk mengelola sumber daya yang ada.
c. Kebijakan investasi secara langsung di kelola oleh negara terkait dengan aset yang sangat berhubungan dengan kebutuhan masyarakat.
d. Proyek yang di kejakan oleh individu, tetap boleh dinikmati oleh orang banyak meskipun secara tidak langsung.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari beberapa
penjelasan diatas dapat di simpulkan bahwa, ekonomi islam memliki tiga mazhab,
yaitu Mazhab Baqir As Sadr, Mazhab Mainstream dan Mazhab alternatif krisis.
Dalam tataran paradigma sesungguhnya tidak ada perbedaan mendasar antara tokoh
ekonom satu dengan yang lainnya dalam memandang ekonom islam. Namun dalam
tataran metodologi, konsep dan praktis selanjutnya terjadi perbedaan yang
selanjutnya melahirkan mazhab ekonomi.
Dengan melihat
pengertian diatas dapat kita tarik beberapa pengertian yaitu: Pertama
Ekonomi Islam sebagai ilmu adalah merupakan landasan dari rancang bangun ini.Kedua, Ekonomi Islam sebagai suatu sistem atau
sistem Ekonomi Islam adalah yang menjadi tiang dari rancang bangun. Dan Ketiga, Ekonomi Islam sebagai suatu perekonomian atau Perekonomian Islam adalah yang kita sebut sebagai atapnya
B. Saran
Kewajiban
merealisasikan falah pada
dasarnya merupakan tugas seluruh pelaku ekonomi, termasuk masyarakat, terdapat
banyak aktivitas ekonomi yang tidak dapat diselenggarakan dengan baik oleh
mekanisme pasar maupun oleh peran
pemerintah sehingga masyarakat harus berperan langsung. Pasar, pemerintah, dan
masyarakat harus bergerak bersama untuk mencapai kesejahteraan umat.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Ali. Zainuddin. 2008. Hukum Ekonomi
Islam. Sinar Grafika. Jakarta
Djamil, Fathurrahman , 2013 Hukum
Ekonomi Islam, Sinar Grafika. Jakarta
Sami’ Al – Mishri, Abdul, 2006. Pilar –
Pilar Ekonomi Islam. Pustaka Pelajar. Yogyakarta .
Sumar’in.Ekonomi
Islam; Sebuah pendekatan ekonomi mikro prespektif islam.
https://vancepfadilla.wordpress.com/2014/04/02/3-madzhab-dalam-ekonomi-islam-baqr-as-sadr-mainstream-dan-alternatif-kritis-16/ diakses pada 29 Agustus 2016
DATA DIRI PENYUSUN
Nama :
Aji Prabowo
NIM :
2013115040
TTL :
Pekalongan, 16 September 1997
Alamat : Ds. Lebakbarang, Kec. Lebakbarang,
Kab.Pekalongan.
Nama :
Afifudin Munandar
NIM :
2013115061
TTL :
Alamat : Jenggot setu Pekalongan Selatan.
Nama :
Fajar Sulaiman
NIM :
2013115058
TTL :
Alamat :
Nama :
Khodijah
NIM :
2013115338
TTL : Pekalongan, 17 Mei 1997
Alamat : Pringlangu Gg 5
TANYA JAWAB
1. Pertanyaan dari Muhammad Mukhlis (2013115___)
“ Apa kelemahan dan kelebihan masing – masing madzhab ekonomi islam.
Kemudian jelaskan gambar pada makalah, mengapa akhlak diletakkan diatas
sedangkan taukhid dibawah !”
Jawab :
Kelebihan dan Kelemahan .
Pada
masing-masing mazdhab menrut pendapat kami pada dasarnya sama yaitu bersal Al-quran dan hadits, namun dalam tataran
metodologi, konsep dan praktis selanjutnya terjadi perbedaan.Untuk madzhab baqir mengambil dari Al-quran dan Hadits
kemudian diterapkan atau dipraktikkan, madzhab ini berpandangan bahwa antara
ekonomi dengan islam itu berbeda dan tidak dapat disatukan dalam islam menurut
madzhab ini tidak ada istilah ekonomi namun menggunakan istilah iqtishaduna (
setara, seimbang, merata ), ini berbeda dengan madzhab mainstream mereka tetap
mengambil teori-teori ekonomi konvensional yang sesuai dengan Al-quran dan
Hadits atau dengan kata lain madzhab ini menganalisa ekonomi konvensional
kemudian di islamkan. Kemudian untu madzab Alternatif kritis merupakan bentuk
kritikan untuk kedua madzhab sebelumnya. Madzhab alternatif kritis berpandangan
bahwa ekonomi islam adalah tafsiran manusia berdasarkan Al – Qur’an dan sunnah,
sehingga nilai kebenarannya tidak mutlak. Proposi dan teori yang
diajukan oleh ekonomi islam harus selalu diuji kebenarannya.
Pada tabel 3.1 dijelaskan bahwa rancangan
bangun islam diibaratkan seperti komponen bangun rumah. Memiliki atap, dinding,
dan pondasi. Dalam rancangan bangun islam yang menjadi pondasi adalah Tauhid,
Adil, Nubuwwa, khilafah, Ma’ad. Kemudian yang dijadikan sebagai dinding adalah
Multitype ownership, economic freedom, dan social justice. Terakhir yang
berfungsi sebagai atap adalah akhlak .
Refrensi
: Sumar’in.Ekonomi
Islam; Sebuah pendekatan ekonomi mikro prespektif islam.
2. Pertanyaan dari Elin Erlina ( 2013115136)
“menurut madzhab baqir ekonomi tidak
sejalan dengan islam, lalu apa penyebab
bahwa ekonomi tidak sejalan dengan islam.?
Apakah kelompok 2 setuju dengan madzhab
baqir?”
Jawab :
Menurut kelompok kami yang dimaksud dengan ekonomi tidak sejalan
dengan islam adalah madzhab ini berpendapat bahwa ekonomi menimbulkan masalah
keditak merataan dalam pendistribusian ini berbeda dengan islam yang
mementingkan pemerataan dan keadilan, maka dalam madzhab ini tidak menggunakan
istilah ekonomi islam karena dipandang
menyesatkan dan kontradiktif atau multitafsir, mazhab ini mengusulkan istilah
lain untuk pengganti ekonomi, yaitu iqtishad. Iqtshad berasal dari kata qosada
yang berarti setara, selaras atau seimbang. Dengan demikian, Iqtishad tidak
sama dengan pengertian ekonomi dan bukan sekedar terjemahan dari kata ekonomi
dalam bahasa arab. Jadi pada intinya mereka tidak mengakui ekonomi hanya pada
istilah katanya.
Kelompok kami setuju dengan madzhab ini karena mereka menerapkan
teori-toeri muamalah yang di ambil dari AL-Quran dan Hadits. Untuk hal mereka
tidak mengakui istilah ekonomi hanya pada istilah saja dan meraka madzhab ini
juga berpendapat bahwa ekonomi menimbulkan masalah keditak merataan dalam
pendistribusian dan madzhab ini mengusulkan istilah lain yaitu Iqtshad berasal dari kata
qosada yang berarti setara, selaras atau seimbang
3. Pertanyaan dari Irfa Adnan (2013115___)
“Apakah madzhab ekonomi hanya ada tiga?
Jawab : menurut buku Sumar’I hanya ada tiga madzab
saja. Namun penanya menyanggah bahwa penanya pernah membaca sebuah buku yang
menyatakan bahwa terdapat 4 madzhab yaitu salah satunya madzhab IDB. Penyaji menjelaskan berdasarkan hasil searching di google, bahwa IDB (Islamic
Development Bank) itu bukan termasuk madzhab ekonomi islam. Melainkan Umar
Chapra (Pelopoor madzhab Mainstream) itu
pernah belajar di IDB tersebut.
Refrensi :
4. Pertanyaan dari Laila Fitriyani (2013115263)
“Apakah wujud nyata dari masing – masing madzhab. Apakah
semua madzhab itu memiliki wujud nyata yang sama ?”
Jawab :
Menurut kelompok kami, wujud nyata dari masing – masing madzhab
sama, misalnya tentang dilarangnya riba, ini karena meraka menggunakan dasar
hukum yang sama yaitu Al-Quran dan Hadits serta tujuan dari masing – masing
madzhab juga sama yaitu mencapai pemerataan atau keadilan. Yang berbeda
hanyalah pada cara pandang mereka.
[1]
Zainuddin Ali, Hukum Ekonomi Syariah,Hlm
2
[2]
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islam,
Hlm 46
[3] Muhammad
Aslem Hanafi, Contomporery Muslim
Economic Thought; a comparative Analisysis, terj. Suherman Rosyidil (Jakarta:
Raja Grafindo Persada), 2010, Hlm. 150
[4]
Adiwarman A. Karim, Ibid, Hlm 47
[5] https://vancepfadilla.wordpress.com/2014/04/02/3-madzhab-dalam-ekonomi-islam-baqr-as-sadr-mainstream-dan-alternatif-kritis-16/
[6]
Adiwarman A. Karim, Ibid, Hlm 50
[7]
Adiwarman A.Karim.Ibid.hlm.51
[8] Lihat
Q.S Al-Hadid (57) Ayat 25
[9] Q.S Ali
Imran (3) Ayat 189
[10] M. Nur
Rianto Al Arif dan Euis Amalia,Teori Mikro Ekonomi, Suatu perbandingan
Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional,hlm.23
[11] M.
Rianto Al Arif dan Euis Amalia, Ibid,hlm.21
[12] P3EI
UII,Ekonomi Islam,hlm.65-70
[13]
Muhammad, Muhammad on Economic,( Yogyakarta: Syirkah Media
Syahadah),2008,hlm.103-116
[14] QS.
Al-Hajj:5
[15] Lihat Jaminan
Sosial dalam http.wikipedia.org
[16] Q.S
Al-Hasyr ayat 7